BANDUNG, 13 Oktober 2023 — Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia (ESDM RI) melalui Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (Ditjen EBTKE) mengadakan rapat Monitoring dan Evaluasi Progres Kajian Penyusunan TKDN Pembangkit Listrik Tenaga Bioenergi yang diadakan di Bandung pada Jum’at, 13 Oktober 2023. Dalam rapat ini dilakukan pembahasan perkembangan proyek serta kajian penyusunan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) sejumlah proyek Pembangkit Listrik Tenaga Bioenergi yang ada di Indonesia.
Pada rapat ini dipaparkan bahwa Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) Putri Cempo Solo telah memenuhi syarat TKDN minimum sebesar 40% dan telah dinyatakan siap untuk beroperasi. Adapun PLTSa Surabaya dikabarkan belum memenuhi TKDN dan akan dilakukan kunjungan segera untuk dilakukan verifikasi. Diharapkan laporan akhir mengenai TKDN proyek-proyek PLT Bioenergi yang ada di Indonesia ini dapat selesai pada bulan Desember 2023.
Dalam rapat ini, Jaya Wahono, yang merupakan anggota Dewan Pakar Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI) melihat bahwa Ditjen EBTKE justru lebih perlu melakukan studi terkait value chain dari penyediaan bahan baku hingga ke pembangkit agar memberikan acuan bagi pengembang PLT Bioenergi lain. Hal ini dikarenakan hambatan dalam pembangunan PLT Bioenergi di Indonesia lebih pada aspek penjaminan bahan baku, bukan pada pemenuhan TKDN atau ketersediaan teknologinya melalui kontraktor-kontraktor di dalam negeri.
Hal ini diutarakan karena dalam pemenuhan TKDN PLT Bioenergi ini ternyata tidak terlalu sulit, dikarenakan saat ini sudah banyak komponen-komponen PLT Bioenergi yang dapat dibuat didalam negeri dan jasa pemasangan serta jasa umum konstruksi lainnya sudah dapat dilakukan oleh kontraktor dalam negeri.
Melalui Jaya Wahono, METI memberikan masukan agar pencapaian TKDN ini dikaitkan dengan insentif berupa pemberlakuan Feed-in Tariff (FiT) seperti yang berlaku pada proyek PLTSa 12 kota lainnya. Feed in tariff (FiT) ini non-negotiable dan cukup tinggi. Hal ini dilakukan untuk mempercepat investasi dalam teknologi energi terbarukan dengan menawarkan kontrak jangka panjang kepada produsen energi terbarukan.
Jaya Wahono juga berpendapat bahwa pemberlakuan TKDN pada PLT Bioenergi ini dirasa belum perlu. Hal ini dikarenakan PLT Bioenergi ini tidak seperti pasar Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) yang dibanjiri komponen produk dari luar negeri yang lebih murah. Melainkan sistem PLT Bioenergi ini didasarkan pada desain komponen yang lebih spesifik untuk proyek yang bersangkutan (custom made). Sehingga produsen luar negeri tidak mungkin sudah menyediakan komponen-komponen PLT Bioenergi sebelum proyeknya disetujui.