Panas Bumi dan Bioenergi Sebagai Energi Potensial dalam Mendorong Transisi Energi di Indonesia

Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Kamojang yang beroperasi sejak 1982. Foto : dok. PLN

Energi panas bumi dan bioenergi dipandang sebagai potensi besar dalam pembangkit listrik Indonesia, terutama dalam fase transisi energi. Evita Legowo dari Purnomo Yusgiantoro Center (PYC) menyoroti bahwa kedua sumber energi ini memiliki potensi untuk menjadi sumber listrik utama di Indonesia menggantikan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) yang menggunakan batu bara.

“Salah satu potensi EBT yang cukup besar dimiliki Indonesia adalah panas bumi dan bioenergi. Panas bumi dan bioenergi sangat potensial untuk Indonesia sebagai pemasok,” ujar Evita dalam agenda Indonesia Data and Economics (IDE) Katadata 2024 bertajuk “Energy as A Driver of Economic Growth” di Jakarta, Selasa, (5/3/2024).

Baca Juga :

Kementerian ESDM Dorong Peran Hidrogen dalam Transisi Energi Indonesia

Pengertian Green Inflation dan Dampaknya Terhadap Transisi Energi

PLTS IKN Tahap I Siap Beroperasi Akhir Februari 2024

Evita juga mengungkapkan bahwa energi panas bumi dan bioenergi memiliki keunggulan dibandingkan dengan sumber energi konvensional seperti minyak, gas, dan batu bara, termasuk diantaranya tingkat emisi yang lebih rendah. Meskipun memerlukan investasi awal yang cukup besar, pengembangan energi panas bumi dinilai memiliki biaya pembangkitan yang kompetitif dan stabil, tidak terpengaruh oleh fluktuasi harga bahan bakar internasional seperti yang dialami oleh batu bara, minyak, dan gas bumi.

Potensi Energi Panas Bumi dan Bioenergi

Dilansir dari Kompas.com (16/1/2024), meski pengembangan panas bumi membutuhkan investasi awal yang besar, sumber energi ini memiliki biaya pembangkitan yang kompetitif dibandingkan sumber energi lain. Panas bumi disebut dapat menjadi andalan untuk menjamin ketahanan energi. Sebab, sumber energi panas bumi juga tidak terpengaruh fluktuasi harga bahan bakar internasional seperti batu bara, minyak, dan gas bumi.

Kelebihan lain dari energi panas bumi adalah tidak membutuhkan lahan yang luas dalam proses produksinya, serta tidak tergantung pada cuaca. Selain itu, biaya operasi dan pembangkitan listrik dari panas bumi tercatat menjadi salah satu yang termurah.

Beberapa waktu lalu, anggota Dewan Energi Nasional (DEN) Satya Widya Yudha mengatakan kapasitas potensial energi panas bumi di Indonesia mencapai 24.000 MW, namun hanya sekitar 12,5% dari potensi tersebut yang telah dimanfaatkan hingga saat ini. 

Sementara itu, Indonesia juga memiliki potensi bioenergi sebagai salah satu sumber energi terbarukan yang melimpah ruah, setara 56,97 gigawatt (GW) listrik.

Perlu Regulasi Tegas

Kendati demikian, Evita menyoroti penting adanya regulasi yang jelas terkait penggunaan bioenergi dalam pembangkit listrik untuk mencegah eksploitasi alam berlebihan yang dapat berdampak negatif pada lingkungan, seperti pembukaan lahan hutan yang berlebihan guna memproduksi pelet untuk co-firing PLTU.

Menurut Evita, mekanisme pemakaian biomassa untuk co-firing PLTU harus lebih memperhatikan ketersediaan bahan baku dan lingkungan.

Hal ini penting untuk menghindari pengulangan dari masalah eksploitasi yang terjadi pada minyak bumi pada tahun 1980-an.

“Harus berhati-hati agar tidak menggunduli hutan. Supaya tidak seperti minyak yang keburu habis,” pungkas Evita.