Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI) mengingatkan kepada para pasangan Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden (Capres dan Cawapres) mengenai urgensi sektor energi sebagai isu strategis yang memainkan peran sentral dalam berbagai aspek kegiatan ekonomi. Sebagai pilar utama, sektor energi menjadi kunci utama dalam menghadapi kompleksitas tantangan perubahan iklim serta untuk memastikan ketahanan dan kemandirian energi nasional.
Dalam pernyataan ini, METI menggaris bawahi bahwa komitmen nyata terhadap transisi energi bukan hanya sebagai upaya simbolis, melainkan merupakan langkah krusial yang harus diambil oleh pemimpin mendatang. Transisi ini bukan hanya sebuah wacana, melainkan menjadi fondasi yang sangat penting untuk mengimplementasikan langkah-langkah strategis menuju Net Zero Emission (NZE) pada tahun 2060.
Ketua Umum METI, Wiluyo Kusdwiharto, menyatakan bahwa meskipun pemimpin mendatang akan dihadapkan pada tantangan kompleks di sektor energi, namun di balik tantangan tersebut terdapat potensi besar yang dapat diakses dan dimanfaatkan.
“Tantangan sektor energi yang cukup kompleks akan dihadapi oleh Pemimpin mendatang, namun dibalik tantangan tersebut juga terdapat peluang besar yang harus dapat diambil”, ucap Wiluyo Kusdwiharto.
Baca Juga :
Pemerintah Revisi Target Bauran EBT, Turun Menjadi 17-19 Persen pada 2025
Investasi Energi Terbarukan Turun 23 Triliun pada 2023, Pemerintah Gencarkan Peningkatan
Wiluyo menjelaskan sejumlah poin kunci yang dianggap vital dalam menyusun fondasi yang kuat untuk melaksanakan transisi energi.
Pertama, METI menyoroti kebutuhan akan regulasi yang tidak hanya konsisten dan jelas, tetapi juga harus memiliki fokus utama pada ketahanan dan kemandirian energi nasional yang berkelanjutan, serta mampu memanfaatkan potensi lokal secara optimal. Langkah ini diharapkan juga dapat membentuk ekosistem industri dalam negeri yang tidak hanya kokoh namun juga memiliki daya saing global.
Kedua, pemimpin mendatang diharapkan dapat mendorong pertumbuhan industri domestik yang tangguh dengan penguasaan teknologi serta membangun infrastruktur pendukung yang handal. Keberhasilan transisi energi akan sangat tergantung pada kemampuan negara untuk mengendalikan teknologinya sambil membuka pintu peluang baru dalam menciptakan lapangan kerja yang mendukung pertumbuhan ekosistem industri dalam negeri.
Ketiga, METI menyoroti potensi sumber Energi Baru Terbarukan (EBT) yang melimpah di Indonesia sebagai kunci utama dalam menghadapi tantangan perubahan iklim dan sebagai langkah strategis untuk mencapai kemandirian energi. Oleh karena itu, potensi EBT ini tidak hanya dilihat sebagai peluang, tetapi juga sebagai langkah strategis yang tidak boleh disia-siakan dalam mencapai tujuan energi berkelanjutan.
Keempat, transisi energi diharapkan dilakukan secara terintegrasi dan menyeluruh, tidak hanya dalam sektor kelistrikan, tetapi juga melibatkan sektor transportasi dan energi lainnya. Dengan demikian, transformasi ini dapat memberikan dampak yang lebih luas dan positif bagi keseluruhan sistem energi nasional.
Wiluyo menekankan bahwa komitmen nyata dalam implementasi, kebijakan investasi yang tepat, dan pembangunan industri domestik yang tangguh akan menjadikan Indonesia bukan hanya sebagai negara yang mampu mewujudkan transisi energi yang berkelanjutan, tetapi juga sebagai pionir dalam menjalankan transisi ini dengan prinsip keadilan.