Menjelajahi Potensi dan Tantangan Energi Angin Di Indonesia Melalui METI Roundtable Talk Wind

Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI) telah sukses menyelenggarakan METI Roundtable Talk dengan tema “Powering Indonesia’s Future: Harnessing the Untapped Potential of Wind Energy” pada Rabu, 6 Maret 2024. Acara ini diadakan di Hotel Le Meridien Jakarta dan dihadiri oleh dua belas pembicara yang berasal dari pemerintahan hingga para pelaku industri energi angin dunia untuk menjelajahi peluang dan tantangan dalam mengembangkan potensi energi angin di Indonesia.

Dalam pidato pembukanya, Ketua Umum METI, Bapak Wiluyo Kusdwiharto, menyoroti komitmen Indonesia dalam mencapai target Net Zero Emission (NZE) pada tahun 2060 dan target Pengurangan Emisi sebesar 31,89% pada tahun 2030. Dia menekankan bahwa sumber daya energi terbarukan Indonesia, khususnya potensi energi angin sangat melimpah, energi angin di Indonesia ini diperkirakan mencapai 155 gigawatt (GW). Namun, hingga saat ini, penggunaan energi angin baru mencapai 147 megawatt (MW).

Wiluyo juga mengungkapkan sejumlah tantangan dalam pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Bayu/Angin (PLTB).  Diantaranya seperti, kebutuhan tenaga kerja lokal yang terampil, kemampuan industri lokal dalam memproduksi suku cadang PLTB, dan lahan infrastruktur yang sesuai dengan tata ruang.

“Dengan semakin maju teknologi pembangkitan energi terbarukan saat ini, kedepannya dapat menurunkan harga produksi pembangkit energi terbarukan. Sehingga dapat bersaing dengan pembangkit yang masih menggunakan energi fossil”, ungkap Wiluyo.

Dia juga menggarisbawahi pentingnya kebijakan dan regulasi yang konsisten serta insentif dari pemerintah untuk mempercepat pengembangan PLTB di Indonesia.

Dengan adanya Rancangan Undang-Undang Energi Baru Terbarukan (RUU EBT) yang tengah dirancang diharapkan dapat menjadi solusi untuk mengatasi hambatan-hambatan ini.

Plt. Dirjen EBTKE, Jisman Parada Hutajulu, dalam sambutannya juga memberikan sorotan terkait pencapaian Indonesia dalam mengurangi 127,67 juta ton CO2e emisi gas rumah kaca, hal ini melampaui target tahunan yang ditetapkan sebesar 116 juta ton CO2e.

Menurut Jisman, pencapaian ini berhasil berkat masifnya pemerintah dalam membangun proyek pembangkit energi terbarukan seperti PLTB di beberapa wilayah di Indonesia.

Selanjutnya Jisman juga mengutarakan, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2022 tentang Percepatan Pengembangan EBT untuk Penyediaan Tenaga Listrik. Peraturan ini menawarkan harga listrik yang lebih menarik, untuk menarik investasi di bidang pembangkit listrik, industri pendukung, dan industri ramah lingkungan.

Jisman juga menambahkan, kolaborasi antara pengambil kebijakan, pemangku kepentingan industri, investor, akademisi, peneliti, asosiasi, dan komunitas lokal memberikan peluang untuk mengidentifikasi solusi konkrit atas tantangan dan hambatan dalam pengembangan energi angin berkelanjutan.

Pada sesi selanjutnya, Global Wind Energy Council (GWEC), Weng Han Tan, memberikan wawasan tentang perkembangan industri energi angin secara global. Weng mengutarakan pada tahun 2022, penambahan kapasitas PLTB mencapai 77,2 GW secara global. Pada wilayah wilayah asia pasifik, kontribusi kapasitas PLTB mencapai 48% dari total kapasitas PLTB global.

Dia juga menyoroti potensi Indonesia yang dapat menjadi pemain kunci dalam rantai pasok industri PLTB. Hal ini diungkapkan karena Indonesia merupakan pemasok mineral tembaga yang digunakan dalam pembangunan generator PLTB.

Pada sesi satu diskusi diisi oleh perwakilan dari pemerintahan seperti Ibu Andriah Feby Misna, Ibu Dian Galuh, dan Bapak Edo Mahendra. Pada sesi ini membahas evaluasi kebijakan dan regulasi terkait pengembangan energi angin di Indonesia. Mereka menyoroti pentingnya kejelasan dan konsistensi regulasi dalam menarik investasi dan memfasilitasi pertumbuhan sektor energi angin.

Dalam diskusi, Ibu Dian Galuh mengungkapkan, masifnya konsumsi Fossil Fuels menjadi isu energi nasional, faktanya bahwa lebih dari 85%  bahan bakar fosil dan persentase bauran EBT dalam bauran energi primer masih sebesar 12,3% pada tahun 2022.

Selanjutnya Dian juga mengatakan bahwa pemerintah melalui Kementerian Agraria dan Tata Ruang (Kemen ATR) dan Badan Pertanahan Nasional (BPN) telah menyederhanakan prosedur perizinan Energi Terbarukan. Kementerian ATR merevisi Peraturan Pemerintah (PP) No. 128 tahun 2015 tentang Tarif Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Kementerian ATR dan BPN yaitu berupa pengurangan biaya pengurusan KKPR sebesar Rp 0,00.

Kemudian pada sesi kedua ini, para ahli termasuk Bapak Senda Hurmuzan Kanam, Bapak Zainal Arifin, dan Mr. Meng Gao, membahas metodologi dan alat untuk mengidentifikasi dan menilai lokasi potensial untuk proyek energi angin di Indonesia. Mereka menekankan pentingnya menggabungkan data meteorologi dan pemetaan GIS untuk memprioritaskan lokasi yang sesuai untuk pengembangan PLTB di wilayah-wilayah Indonesia.

Menurut Bapak Senda Hurmuzan, “BBSP KEBTKE telah melakukan survei dan pemetaan potensi energi angin di Indonesia, potensi total energi angin darat untuk kecepatan angin melebihi 4m/s adalah sebesar 60,65 GW. Kemudian potensi total energi angin lepas pantai di Indonesia untuk kecepatan angin melebihi 6m/s adalah sebesar 94,23 GW”.

Selanjutnya Senda juga mengungkapkan beberapa tantangan dalam pengembangan PLTB di Indonesia, seperti geografis dan cuaca, nilai investasi, dan akses transportasi proyek.

Selanjutnya pada sesi ketiga ini, Mr. Guohua Fan, memberikan wawasan mengapa Indonesia diyakini dapat menjadi “Raja Berikutnya” dalam pengembangan energi angin, dengan menyoroti potensi besar kondisi alam Indonesia yang dikelilingi garis pantai terpanjang di dunia. Hal ini dapat dimanfaatkan untuk meengembangkan pembangkit listrik tenaga angin lepas pantai. Selain itu, Guohua juga menekankan pentingnya kolaborasi lintas sektor antara pemerintah selaku regulator dan pihak swasta dalam mengidentifikasi solusi konkret untuk percepatan pengembangan energi angin di Indonesia.

Simpulan:

Energi bayu memiliki potensi besar dalam memenuhi kebutuhan energi nasional Indonesia. Meskipun telah ada kemajuan dalam pengembangan energi bayu, masih terdapat tantangan yang perlu diatasi. Evaluasi kebijakan dan regulasi, identifikasi lokasi potensial, serta mengatasi tantangan pembangunan pembangkit listrik tenaga bayu menjadi fokus penting. Kebijakan yang jelas dan stabil diperlukan untuk menarik investasi, sementara langkah-langkah seperti insentif investasi, kolaborasi lintas sektor, penyederhanaan regulasi, dan penerapan tarif yang efektif juga diperlukan untuk mempercepat implementasi energi terbarukan. Diperlukan juga upaya untuk membangun database nasional mengenai potensi energi bayu dan lokasi proyek potensial guna memfasilitasi pengambilan keputusan dan perencanaan proyek di masa depan.